10/07/2010

UU Pornografi Online – Pertanda Kiamat Bagi Situs Porno?


Bila terakhir kali Anda mengecek email hari Jumat, dan sorenya Anda pulang kantor dan kembali lagi kerja ke kantor hari Senin lalu mengecek email,maka coba tebak apa yang ada di dalam inbox email Anda?

Ya benar 50% – 80% email yang masuk sekitar penawaran seputar komoditas ‘sekesekesek’. Situs web yang benar-benar XXX, dipastikan tidak berani memiliki domain dengan TLD standar (.com). Pasti mereka menaruh hosting di domain dinamis (undercover). Bahkan karena mereka tidak mau ketangkap karena pelanggaran asusila, mereka bahkan hosting konten berbau pornografi di berbagai situs web social networking dan blog. Nah bisakah ketangkap sub web seperti itu? Dan bila ketangkap, apakah pemilik induk web juga akan diajukan ke meja hijau? Bagaimana melacak web pornografi yang beredar secara online?

Tentu siapa pun dari kita tertarik akan hal ini, entah kita sebagai korban incaran komoditas pornografi atau pemangsa dan pengkonsumsi pornografi maupun situs sejenis adult-oriented websites (AOW) mengingat rujukan Surat Menteri Kominfo kepada Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Nomor: 84/M.KOMINFO/04/08 tanggal 2 April 2008 untuk menyaring dan memblokir situs web dengan konten negatif semacam itu. Memang melacak dan menyaring situs AOW tidaklah mudah, namun seringkali datang sendiri tanpa diundang lewat spam emails. Maupun pop up windows yang muncul serta merta bila Anda tidak menggunakan pop-up blocker.

Ada dua kubu pendapat yang menyarankan agar mempermudah dalam proses memblokir konten web jenis AOW. Kubu pertama menyarankan agar diberikan nama Top Level Domain (TLD) tersendiri yaitu “.xxx”. Dengan demikian menghemat uang yang dikeluarkan untuk melacak dan membangun filter online yang canggih untuk mendeteksi situs web jenis AOW. Disamping itu dapat mencegah para karyawan untuk mengakses web jenis AOW tersebut, namun organisasi yang mengurusi penamaan TLD (ICANN) ragu-ragu mengingat kalangan pemerintah dengan perbandingan 9 : 5 dan 1 netral, industri pornografi itu sendiri dan kalangan religius menentangnya. Mereka berpendapat bila diberikan .TLD khusus, maka ini seakan-akan memberikan legitimasi kepada industri AOW.

UPAYA-UPAYA MEMBREDEL PORNOGRAFI ONLINE

Tekad untuk memberangus web berkonten AOW bukan saja di Indonesia yang bisa terbilang baru “in action”. Beberapa negara maju yang juga didukung oleh perusahaan TI juga berupaya saling membantu memerangi pornografi online. Microsoft juga berupaya membantu lembaga kepolisian untuk menangkap para pemangsa pornografi anak. Upaya ini berbuntut dengan dihasilkannya kerjasama selama dua tahun dengan cara Microsoft Kanada mengembangkan sistem komputer – Child Exploitation Tracking System (CETS) – yang memungkinkan the Royal Canadian Mounted Police (RCMP) dan para agen polisi global lainnya berbagi informasi agar dapat melacak dan menarik keluar para predator anak secara seksual dari sarangnya.

Hasilnya? Sistem pelacak ini akhirnya mampu membantu ditangkapnya sang pedofilia anak di Toronto tahun lalu. Ia dilacak dan dikenali lewat sistem investigasi dan database komputerisasi. Setidaknya sistem ini untuk melindungi anggota masyarakat kita yang paling ringkih yaitu anak-anak kita,” kata Anne McLellan, wakil perdana menteri Kanada dan juga selaku menteri Keselamatan Publik dan Kesiapan Darurat. “Saya memuji penegakan Hukum di Kanada dan Microsoft Canada atas visi dan leadership mereka dalam menciptakan suatu perangkat yang membantu melindungi anak-anak kita dari para pemangsa seksual dunia maya.”

Karena komponen di internet banyak yang gratis, tidaklah susah bagi seorang pedofilia untuk mencari mangsa anak-anak ABG. Namun portal penyedia komponen internet yang gratisan apakah patut disalahkan dalam hal ini? Bila milis-milis di internet digunakan untuk membentuk komunitas pornografi, apakah Yahoo group penyedia milis tersebut patut ditarik ke meja hijau? Juga tidak sedikit blog-blog yang berbau AOW, apakah patut perusahaan pemilik blog tersebut juga dimasukkan ke dalam sidang pengadilan? Juga perusahaan hosting yang memberikan jasa hosting secara otomatis dan ketahuan meng-hosting web AOW perlu dituntut?

Yahoo Inc pernah diajukan ke meja hijau tahun lalu tgl 9 Mei, untuk kasus yang terjadi di Distrik sebelah timur Texas berkenaan perdagangan pornografi anak lewat fasilitas Yahoo Group. Perkara tuntutan hukum itu diajukan oleh para orang tua korban pelecehan seksual anak-anak dan menyeret Yahoo Group. Keluarga korban menuntut ganti rugi sebesar USD 10 juta. Menurut Reuters, perkara hukum tersebut menuntut Mark Bates yang mem-posting foto-foto porno anak-anak di Yahoo Group, dengan nama Candyman, yang selama ini ribuan pengunjung mengunduh konten pornografi tersebut.

AWAS DIPENJARA 6 TAHUN!

Berbagai aksi kolaborasi online telah berhasil menyeret para pelaku pedofilia dan sejenisnya ke meja hijau dan sekaligus menyelamatkan komunitas kita terutama anak-anak, maupun kejahatan lainnya berkaitan dengan pornografi, maka membuat parlemen pemerintah kita mengesahkan undang-undang yang akan membatasi akses ke situs web pornografi dan web yang berkonten kejahatan dan kekerasan serta bernasa SARA yang disahkan bulan April lalu tahun 2008 ini.

Bukan hanya alasan relijius yang mungkin karena berisi 85% dari populasi di Negara kita adalah mayoritas Muslim, namun kita semua pasti setuju dengan apa yang dikatakan oleh MenKomInfo, Mohammad Nuh kepada para wartawan “saya pikir semua setuju bahwa tidak mungkin kita bisa menyelamatkan Negara ini kalau kita membiarkan pornografi, kekerasan dan permusuhan etnis.” Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik ini, demikian sebutan legislasi baru ini akan menganggap bahwa konten atau materi digital dapat dianggap sebagai bukti sah penyalahgunaan internet. Hukum ini menegaskan siapa pun yang kedapatan tertangkap karena membagi-bagikan bahan-bahan pornografi, pesan-pesan kebencian agama dan rasial serta berita-berita palsu di internet akan berbuntuk pada pemenjaraan selama enam tahun dan didenda sebesar USD109,000.

Pemerintah berencana ke depannya adalah untuk memulai membatasi situs web yang meng-hosting bahan-bahan terlarang. Software yang dapat memblokir web AOW sedemikian akan tersedia di web DepKomInfo dan dapat diunduh. “Saya setuju jika regulasi tersebut dibuat untuk melindungi anak-anak agar tidak mengakses berbagai web AOW. Namun saya cemas jika pihak polisi melihatnya sebagai suatu celah untuk menahan orang yang menerima spam email berisi pornografi dan berbau SARA,” demikian kata Zatni Arbi dari Indonesian Institute of Sciences kepada salah satu surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta.

Beliau juga mengatakan bahwa memblokir web-web berbau AOW tidak akan berhasil sama sekali. “Draf UU tersebut memang bagus, namun saya cemas akan implementasinya. Melakukan sensor tidaklah mudah mengingat para pelanggar hukum tetap saja mampu dengan mudah menemukan trik-trik lain untuk mengakses dan menyediakan situs web AOW,” tambahnya. Jangankan pornografi online, pornografi tercetak dan pornografi video juga sulit diberangus.

Memang tidak ada gading yang tak retak, betapa pun mulia dan bagusnya suatu inisiatif tetap ada celahnya bagi industri AOW untuk mempromosikannya secara online dan senyap namun ampuh.

No comments:

Post a Comment